Rabu, 01 Juli 2009

PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR PANTAI KABUPATEN BREBES (Perlu Keterpaduan Program)

A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah pesisir pantai Kab. Brebes memiliki potensi yang tak ternilai bagi masyarakat. Perairan pantai tidak saja menjadi sumber pangan yang produktif, tetapi juga sebagai gudang mineral, alur pelayaran, tempat rekreasi dan juga sebagai tangki pencerna bahan buangan hasil kegiatan manusia. Besarnya sumber alam yang terkandung di dalamnya, hayati maupun non hayati serta aneka kegunaan yang bersifat ganda merupakan bukti yang tidak dapat disangkal, bahkan menjadi tumpuan harapan manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat di masa mendatang.

Kabupaten Brebes mempunyai panjang pantai + 73 km terhampar di 14 desa pada 5 kecamatan dari wilayah paling timur yaitu pantai Randusanga Wetan Kec. Brebes sampai wilayah paling barat pantai Limbangan Kec. Losari, dimana sepanjang pesisir pantai terdapat kawasan pertambakan dengan total hamparan tambak seluas + 8.561 Ha.
Ekosistim mangrove/bakau adalah ekosistim yang khas berada sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Wilayah ekosistim mangrove merupakan tempat yang bergerak, dimana tanah lumpur dan daratan terus-menerus dibentuk dan terkadang hilang oleh keberadaan tumbuh-tumbuhan yang kemudian secara perlahan bisa berubah menjadi wilayah semi daratan, umumnya berupa tambak budidaya perikanan.
Pada masa sekitar tahun 1980-1990 wilayah pesisir/pantai Kab. Brebes masih banyak dijumpai wilayah ekosistim mangrove sebagai kawasan yang berfungsi menjaga dan menyeimbangkan dampak buruk hasil kegiatan manusia.. Namun pada akhir masa itu yang juga berbarengan dengan peningkatan budidaya udang windu terjadi perubahan mendasar, yaitu berkurang/hilangnya ekosistim mangrove di beberapa wilayah garis pantai Kab. Brebes. Perubahan tersebut terlihat berdampak sangat nyata dengan terjadinya banyak kegagalan panen udang budidaya tambak. Disamping itu menurunnya hasil tangkapan nelayan di Kab. Brebes.
Kondisi berkurang dan hilangnya ekosistim mangrove di beberapa wilayah garis pantai Kab. Brebes disebabkan oleh adanya pemahaman yang keliru/salah tentang ekosistim mangrove di kalangan petani tambak kita. Mereka beranggapan bahwa keberadaan mangrove/pohon bakau di areal pertambakan dapat mengganggu kegiatan budidaya udang windu di tambak. Beberapa anggapan yang salah/keliru pada saat itu diantaranya adalah :
1. Keberadaan mangrove/pohon bakau yang tinggi akan menghalangi aliran udara (angin) di atas areal pertambakan, sehingga dapat mengurangi proses difusi udara langsung ke kolom air petakan tambak. Kondisi ini bisa menyebabkan udang budidaya menjadi stress.
2. Akar pohon bakau/mangrove dapat menyebabkan kebocoran pada tanggul tambak, karena digunakan sebagai rumah dan tempat berlindungnya kepiting tambak dengan cara membuat lubang pada tanggul.
3. Daun mangrove/pohon bakau yang jatuh/rontok dan masuk ke petakan tambak dapat mengganggu dan mematikan udang budidaya.
4. Pohon mangrove dijadikan tempat bersarang/perlindungan burung pemakan ikan sehingga merugikan petani tambak.
Ekosistim mangrove sesungguhnya mempunyai peranan yang sangat penting dan berarti bagi kehidupan di wilayah perairan pantai, yaitu melalui jaringan rantai makanan (Food Chain). Selain itu mangrove berfungsi pula sebagai tempat berlindung, bertelur dan mencari makan bagi beberapa jenis ikan dan udang. Sering disebut sebagai NURSERY GROUND dan FEEDING GROUND bagi hewan-hewan tadi. Larva-larva udang yang tinggal di wilayah ekosistim mangrove akan menjadi udang muda (JUVENILE) dan pada saatnya tiba akan kembali ke laut untuk tumbuh menjadi besar, dewasa dan akhirnya memijah disana. Udang yang sudah besar inilah yang ditangkap nelayan di tengah laut, sebagian lagi memijah dan anakan udang akan berenang ke pantai, dan sebagian lagi masuk kedalam petakan tambak bersama pasang naik air laut. Pada akhirnya akan ditangkap sebagai udang pasangan di tambak/petakan budidaya.
Hutan bakau/mangrove memegang peranan penting dalam mempertahankan kelestarian wilayah pesisir pantai. Beberapa peranan hutan / ekosistem mangrove bagi terciptanya kelestarian wilayah lingkungan pesisir pantai adalah : a) mengurangi abrasi pantai dan mempercepat pertumbuhan pantai, b) penekan intrusi air laut ke daratan, c) filter dan penyerap pencemaran/pengotoran pantai, d) sumber produktivitas perairan yaitu sumber energi/bahan organik bagi lingkungan sekitarnya, e) sumber IMUNOSTIMULAN / kekebalan tubuh bagi udang budidaya, f) Sumber antibiotik dan vitamin C bagi ikan/udang budidaya, g) sumber bacteri pengurai / dekomposisi bahan organik di kawasan pertambakan dan pesisir pantai, h) menjamin keseimbangan dan kelestarian wilayah pesisir pantai, dan i) pelindung dari bencana alam dan bahaya banjir.

Metode Pendekatan

Metode yang dapat diterapkan dalam keterpaduan program sebagai upaya pengembangan, pemulihan dan pelestarian lingkungan pesisir/pantai Kab. Brebes menitik beratkan pada perbaikan lingkungan pesisir/pantai secara terpadu dalam kebersamaan instansi terkait melalui kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan antara lain : 1) penataan dan rehabilitasi saluran irigasi tambak; 2) penanaman tanaman mangrove pada tepian sungai dan saluran tambak; 3) penanaman mangrove tepi pantai dalam rangka menciptakan dan melestarikan sabuk hijau (green belt); 4) pembuatan bangunan penahan gelombang laut; 5) percontohan budidaya empang parit (silvofishery); 6) percontohan budidaya tambak ramah lingkungan; 7) percontohan dan pengembangan budidaya ternak di kawasan pesisir pantai; 8) pelatihan Petugas dan Penyuluh; 9) pemberdayaan, pelatihan dan penyuluhan masyarakat pesisir pantai; 10) Temu Lapang petani, nelayan, masyarakat dan pelaku usaha di wilayah pesisir pantai; dan 11) bantuan modal kerja bagi petani nelayan pesisir.

B. PERMASALAHAN DAN HAMBATAN

Dalam perkembangannya sebagai dampak dari upaya pembangunan di wilayah pesisir pantai, kawasan hutan mangrove dari waktu ke waktu kondisinya makin memprihatinkan. Luas arealnya terus menyusut. Seringkali atas dasar pertimbangan ekonomi semata, hutan mangrove dieksploitasi secara kurang bijaksana. Akibatnya hutan mangrove sebagai pilar utama ekosistem pantai tidak mampu lagi menjalankan peran dan fungsinya terhadap keseimbangan eksositem pantai.
Dampaknya, keseimbangan ekosistem daerah pantai terganggu, kualitas lingkungan merosot, abrasi dan intrusi air laut terjadi, laju sedimentasi meningkat, struktur tanah pantai berubah dan rusak, sehingga bahan organik yang dibutuhkan oleh ikan dan biota lainnya terbasuh dan larut. Kawasan pesisir pantai tidak mampu lagi memberi ikan pada petani dan nelayan, benih dari alam semakin langka, jenis dan jumlah tangkapan nelayan terus menyusut tajam dan pada akhirnya usaha budidaya di tambak banyak mengalami kegagalan karena lingkungan pantai tercemar.
Manusia dengan segala aktivitasnya menimbulkan tekanan yang sangat berat terhadap lingkungan, semua hasil buangan limbah dari berbagai macam kegiatan manusia mengalir menuju pesisir pantai. Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa logam berat, pestisida, sampah dan organisme patogen. Bahan pencemar berupa logam berat mempunyai sifat beracun dan mudah larut dalam air serta dapat terakumulasi di lingkungan perairan dalam waktu yang lama. Sifat persistim menyebabkan bahan/zat pencemar tersebut terurai atau bereaksi menjadi zat lain yang lebih beracun dan berbahaya. Pencampuran sisa buangan dengan air mempengaruhi sifat fisika dan kimia perairan. Sehingga merubah kondisi perairan dan berpengaruh terhadap organisme yang hidup di dalamnya.
Aktivitas manusia dan faktor alam seperti konversi hutan mangrove menjadi tambak, penebangan mangrove untuk kayu bakar dan pengaruh abrasi di pantai menyebabkan semakin kritis keadaan hutan mangrove yang ada di pesisir pantai Kab. Brebes.
Hambatan – hambatan yang mungkin akan ditemui dalam upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan pesisir di Kabupaten Brebes dapat digolongkan dalam dua kriteria, yaitu pertama berupa hambatan yang dapat dikontrol yang meliputi kurangnya keterpaduan dan koordinasi kegiatan / program antar instansi terkait, keterlambatan dana serta rendahnya keterlibatan masyarakat. Hambatan kedua merupakan hambatan yang tidak dapat dikontrol yang meliputi adanya perubahan iklim, bencana alam, kondisi politik, situasi moneter, dan lain-lain

C. KETERPADUAN PROGRAM PEMBANGUNAN PESISIR PANTAI DI KABUPATEN BREBES

Keterpaduan program pengembangan, pemulihan dan pelestarian lingkungan pesisir pantai ini bertujuan untuk 1) terciptanya kesatuan gerak langkah antar instansi terkait lingkup Pemerintah Daerah Kab. Brebes dalam kebersamaan mengelola dan memanfaatkan wilayah pesisir pantai bagi meningkatnya kesejahteraan masyarakat; 2) memperbaiki kondisi pesisir pantai dengan merehabilitasi hutan mangrove yang rusak akibat abrasi; 3) perbaikan produktivitas lahan melalui pengembangan hutan bakau rakyat dengan sisitem WANA-MINA oleh masyarakat; 4) meningkatkan taraf perekonomian masyarakat pesisir pantai melalui penerapan pola Silvofishery yang ramah lingkungan sehingga menjamin keberlangsungan pendapatan; 5) menciptakan usaha pertanian terpadu (mix farming) antara Kehutanan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan yang ramah lingkungan dengan mengoptimalkan potensi sumber daya lokal; 6) peningkatan kesadaran, pemahaman, kemampuan dan komitmen masyarakat terhadap perbaikan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan kesejahteraannya; dan 7) terciptanya ekosistem dan kelestarian hutan bakau/mangrove di sepanjang pesisir pantai Kab. Brebes termasuk sabuk hijau (green belt) setebal 150 – 200 m dari surut terendah air laut sepanjang garis pantai.
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari keterpaduan program dalam upaya pengembangan, pemulihan dan pelestarian lingkungan pesisir / pantai Kab. Brebes meliputi :
a. Sasaran jangka pendek
· Peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani nelayan dan masyarakat pesisir akan fungsi, peran dan manfaat hutan bakau/mangrove bagi kelestarian lingkungan hidup.
· Peningkatan produksi budidaya tambak dan ternak
· Peningkatan pendapatan petani tambak, nelayan dan peternak
· Berkembangnya usaha budidaya tambak ramah lingkungan
· Berkembangnya usaha budidaya tambak empang parit (silvofishery)
· Berkembangnya usaha ternak domba
· Pulihnya daya dukung lingkungan areal pertambakan dan pesisir pantai
b. Sasaran jangka panjang
  • Meningkatkan produksi hasil budidaya tambak
  • Meningkatkan produksi hasil budidaya ternak kambing domba di Kabupaten Brebes
  • Terciptanya kawasan hutan bakau/mangrove dan sabuk hijau (green belt) di Kabupaten Brebes
  • Terciptanya keseimbangan lingkungan pesisir pantai

Kebijakan Pemerintah Daerah

Kebijakan Pemerintah Daerah Kab. Brebes dalam pembangunan wilayah pesisir pantai adalah meningkatkan upaya pengembangan ekploitasi potensi wilayah pesisir pantai secara seimbang dan lestari, pemberdayaan ekonomi rakyat yang dinamis dengan meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan melalui pola pendekatan yang secara nyata dapat dirasakan manfaatnya baik oleh masyarakat maupun pemerintah daerah serta peningkatan kegiatan produksi pertanian, perikanan dan peternakan dengan tetap menjaga kualitas lingkungan serta bermuara pada pelestarian ekosistem mangrove demi menjaga keseimbangan lingkungan hidup.
Kegiatan – Kegiatan yang dilaksanakan
Dalam pelaksanaan kebijakan penanganan dan pengelolaan wilayah pesisir pantai di Kabupaten Brebes, kegiatan yang terencana dan terpadu antar instansi/dinas terkait perlu dilakukan. Keterpaduan program ini meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut :
a. Rehabilitasi Saluran Tambak.
Kegiatan rehabilitasi saluran tambak ini terutama dilakukan pada saluran-saluran yang dimanfaatkan untuk mengairi tambak. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh DPU Pengairan dan Dinas Perikanan.
b. Penghijauan pesisir / pantai dengan penanaman mangrove.
Kegiatan penanaman mangrove diarahkan pada sempadan pantai, sempadan sungai, saluran tambak dan dalam petakan tambak dengan sistem budidaya empang parit (silvofishery). Prioritas penanaman mangrove diarahkan pada lokasi sempadan sungai dan saluran tambak yang rusak, disamping di lokasi sempadan pantai dalam upaya menciptakan sabuk hijau pantai (green belt). Kegiatan ini dapat dilakukan oleh Instansi Kehutanan dan Lingkungan Hidup
c. Pengembangan Budidaya Empang Parit (Silvofishery).
Budidaya tambak sistim empang parit adalah rangkaian kegiatan terpadu antara pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian mangrove bersama dengan kegiatan usaha budidaya ikan dan udang pada petakan yang sama. Pengaturan tata letak lokasi tanaman mangrove dan ruang (nice) bagi ikan/udang budidaya dilakukan agar terjadi pemanfaatan secara maksimal. Dengan demikian berkembangnya sistem budidaya silvofishery akan menjamin peningkatan produksi dan produktivitas lahan pesisir pantai, sekaligus ikut menjamin kelestarian mangrove dan terciptanya keseimbangan lingkungan. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh instansi kehutanan dan perikanan
d. Pengembangan Budidaya Tambak Ramah Lingkungan dengan Sistim Sirkulasi Air Tertutup.
Sistem budidaya tambak sistem sirkulasi air tertutup merupakan sistem tambak yang menggunakan tandon air dan biofilter. Pada sistem budidaya ini selain petakan budidaya dibutuhkan beberapa petak untuk treatment/perlakuan air menggunakan saringan biologis berupa beberapa jenis ikan dan kerang. Jenis ikan yang digunakan dan fungsi biologisnya adalah sebagai berikut :
- Bandeng, berfungsi mengurangi bahan organik dan pemakan klekap dasar petakan tandon air maupun yang terlepas melayang di air.
- Blanak, berfungsi sebagai pemakan tumbuhan air dan klekap kecil yang terlepas melayang di air.
- Kakap Putih, berfungsi sebagai predator pemakan udang liar pembawa virus (virion) sehingga petakan tambak bebas udang liar.
- Keting dan Kerong-kerong, berfungsi sebagai predator pemakan udang liar ukuran kecil dan telur udang liar.
- Mujahir, berfungsi sebagai pemakan detritus dan menjernihkan air.
- Kerang, berfungsi sebagai penjernih air.
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh instansi perikanan.
e. Pengembangan Ternak.
Pemeliharaan ternak merupakan program terpadu antara kegiatan kehutanan dan peternakan. Kegiatan bidang peternakan ini diharapkan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi para petani tambak dan peternak khususnya dimana hijauan makanan ternak (HMT) tersedia cukup banyak berupa rumput dan daun mangrove yang sangat disukai ternak.
Pengembangan ternak ini dipilih jenis ternak yang cocok berkembang di wilayah pesisir/pantai. Beberapa jenis ternak yang cocok yaitu kambing, domba, sapi, kerbau dan ayam. Usaha ternak ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Kegiatan ini ditangani oleh dinas peternakan.
f. Pembuatan Bangunan Penahan Gelombang Laut.
Permasalahan yang timbul di wilayah pesisir pantai dan muara sungai adalah :
1. Adanya / terjadinya perubahan garis pantai, baik yang disebabkan oleh adanya abrasi air laut maupun timbulnya sedimentasi pantai.
2. Adanya pendangkalan muara dan alur sungai serta terjadinya pembelokan sungai.
Dalam upaya untuk menanggulangi abrasi air laut terhadap pantai di Kabupaten Brebes, langkah yang harus ditempuh adalah mencari penyebabnya, selanjutnya ditentukan bagaimana cara menanggulanginya. Salah satu cara penaggulangan abrasi di daerah pantai adalah dengan membuat bangunan pelindung pantai untuk memperkuat pantai sekaligus berfungsi mengurangi energi gelombang laut yang sampai ke pantai jenis bangunan pantai yang diperlukan adalah berupa jetti dan sistem bronjong kawat.
g. Temu Lapang.
Temu lapang ini merupakan pertemuan antara petani tambak, nelayan, Pemerintah, LSM dan Dunia Usaha untuk bertukar informasi mengenai kebijakan pemerintah dalam pengembangan serta mengenai keinginan, gagasan dan pelaksanaan pembangunan oleh petani nelayan di lapangan.
Dalam temu lapang ini dapat dibicarakan beberapa Tema / Topik yang dapat diambil, dinataranya mengenai :
1. Budidaya empang parit (silvofishery) dan budidaya perikanan tambak ramah lingkungan.
2. Kegiatan usaha pertanian terpadu (mix farming) model budidaya perikanan tambak, pemeliharaan ternak dan pemeliharaan/pelestarian mangrove.
3. Pengendalian kerusakan lingkungan pesisir pantai dengan penanaman, pemeliharaan pemanfaatan dan pelestarian mangrove.
4. Peran serta masyarakat pesisir pantai Kab. Brebes dalam upaya menciptakan dan memelihara kelestarian hutan mangrove.
h. Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Pantai.
Kegiatan sosialisasi pemberdayaan masyarakat pesisir pantai merupakan salah satu upaya penting yang perlu segera dilaksanakan, mengingat saat ini kondisi lingkungan pesisir pantai Kabupaten Brebes dalam keadaan memprihatinkan dengan kecenderungan terus menurun. Penyebab utama terjadinya kondisi yang demikian karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian lingkungan seringkali diabaikan. Tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan wilayah pesisir pantai.

D. PENUTUP

Keberhasilan pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir pantai di Kabupaten Brebes perlu adanya keterpaduan program dari semua pihak yang terkait khususnya dukungan dari masyarakat nelayan, petani tambak, aparat desa serta tokoh masyarakat dan ulama yang di pandu oleh aparat fungsional terkait. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah adanya dukungan dana dari pemerintah maupun unsur swasta.
Dengan adanya keterpaduan program ini diharapkan dapat tercapainya kelestarian wilayah pesisir pantai di Kabupaten Brebes yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

1 komentar:

  1. Keren Bapake.. saya sbg orang brebes juga bingung, kenapa kaya gitu

    BalasHapus