Rabu, 01 Juli 2009

MUNGKINKAH BAWANG MERAH BREBES MENJADI BAWANG MERAH ORGANIK ?

Kab. Brebes dengan luas wilayah 116.117 Ha yang terdiri dari daerah dataran rendah, sedang dan perbukitan memiliki hasil pertanian yang beraneka ragam. Mulai dari palawija, buah-buahan dan sayur-sayuran, baik sayuran daerah pegunungan maupun daerah datar. Khusus untuk sayuran dataran rendah terutama bawang merah. Kab. Brebes sudah dikenal sejak lama sebagai daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Bawang merah di Kab. Brebes memilik aroma dan rasa yang khas sehingga sangat digemari oleh pengguna bawang merah baik lokal maupun regional.

Budidaya bawang merah di Kab. Brebes pada umumnya berorientasi pada hasil, sehingga tanaman bawang merah benar-benar dipacu pertumbuhannya dan dihindari dari gangguan hama dan penyakit dengan berbagai cara. Apapun caranya dan berapapun biayanya kalau memang dapat mendatangkan keuntungan, maka akan dilaksanakan. Pemupukan yang dilakukan dengan pupuk an organik cenderung berlebih,sehingga dapat menyebabkan dampak negatif yang tidak bisa dianggap sepele. Dikatakan oleh (Suwardi dkk,1997), bahwa pemupukan berlebih dapat menyebabkan tanah menjadi keras,air tercemar dan keseimbangan daun terganggu serta dapat mendorong terjadinya lingkungan yang cocok untuk perkembangan berbagai macam penyakit.
Dalam budidaya bawang merah, petani sering mendapat kesulitan, sebab penanamannya mendapat serangan beberapa hama dan penyakit, sehingga tidak dapat berproduksi sebagai mana yang diharapkan. Hama dan penyakit yang terdapat pada tanaman bawang merah antara lain ulat bawang (Spodoptera exigua), lalat penggerek daun (liriomyza SPP) Trips (Thrips tabaci),penyakit percak ungu/Trotol (Alternaria porrik) dan penyakit Antraknose/otomatis (Colletotrichum gloesporiods).
Adapun bagian yang disimpulkan oleh hal di atas penyakit ini berkisar antara 30-100% dan secara kwalitas dapat menyebabkan umbi menjadi kecil-kecil bahkan sering kali tidak terbentuk umbi. (Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah,2003).
Sehubungan dengan hal tersebut,maka untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan, perlu adanya tindakan pengendalian, antara lain dengan pestisida. Penggunaan pestisida merupakan cara pengendalian yang sangat umum digunakan oleh petani, karena cara tersebut dianggap yang paling mudah dilakukan, jaminan keberhasilan lebih tinggi dan hasilnya lebih cepat terlihat. Namun demikian keadaan ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan. Penggunaan pestisida sintesis telah banyak mengakibatkan pencemaran lingkungan, terjadinya resistensi hama dan penyakit, berbahaya bagi manusia, ternak, kematian pada musuh-musuh alami dan adanya residu pestisida pada tanaman (Suwahyono dan Wahyudi,1998).
Dengan diratifikasinya beberapa kesepakatan internasional (seperti GATT dan WTO) serta kesepakatan regional (seperti APEC, AFTA, MEE, NAFTA), setiap negara membuka segala rintangan perdagangan dan menghapus segala proteksi dan subsidi. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini dikenal sebagai era pasar bebas. Di dalam era tersebut setiap negara harus meningkatkan daya saing produknya agar dapat berperan dalam perdagangan dunia dan dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, sehingga produk domestik tidak tergeser oleh produk luar negeri.
Saat ini ada kecenderungan peningkatan preferensi konsumen terhadap produk yang diproduksi secara alami dengan alasan produk tersebut relatif lebih sehat dan proses produksinya tidak mencemari lingkungan. Akibat meningkatnya preferensi konsumen era ini, permintaan produk pertanian organik di seluruh dunia tumbuh pesat.
Pertanian Organik
1. Prinsip pertanian organik
Menurut kardinan dan Ruhnayat (2003), Pertanian organik seutuhnya mempunyai beberapa prinsip yaitu:
a. Bahan tanaman
Dalam budidaya apapun masalah bahan tanaman sangat penting, karena bibit/benih yang kurang baik akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil. Bahan tanaman hendaknya diambil dari sumber yang baik, karena selain berpengaruh terhadap produksi juga merupakan sarana dalam penularan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
b. Penyubur tanah
Menyuburkan tanah harus diusahakan dengan mendaur ulang bahan alam kedalam tanah, seperti kompos tanaman. Penggunaan pupuk kandang dan kompos yang berasal dari binatang sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah. Semua jenis kotoran ternak, urine, kompos dan limbah rumah potong hewan diperbolehkan selama tidak berasal dari Factory Farming atau pabrik yang menggunakan bahan-bahan kimia sintesis.
Pemanfaatan mikroba merupakan salah satu cara yang saat ini sudah banyak dipraktekkan, seperti pemberian bakteri Rhizobium Sp (sudah banyak dijual dalam kemasan) kedalam tanah, sehingga unsur nitrogen akan menjadi tersedia di dalam tanah. Mikro organisme lain seperti Azoto Bacter dan Mikoriza sangat dianjurkan penggunaannya dalam pertanian organik.
c. Sumber hara organik
Untuk mencapai hasil yang tinggi tanaman memerlukan faktor-faktor tumbuh yang optimal. Salah satu faktor tersebut adalah ketersediaan unsur hara dalam tanah. Jika tanah tidak dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman, pemberian pupuk perlu dilakukan untuk memenuhi kekurangan tersebut, karena tujuan pemupukan itu sendiri adalah menambahkan unsur hara yang diperlukan tanaman kedalam tanah atau melalui daun agar diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimal.
Ada dua belas unsur hara yang mutlak pentingbagi tanaman, yaitu C, N, P, K, S, Ca, Mg, Zn, Fe, Bo, Mn dan Mo. Bahan-bahan pertanian yang akan dijaga kesuburannya memerlukan pemberian bahan organik yang sering untuk menggantikan bahan organik yang telah berkurang akibat proses dekomposisi. Sumber bahan organik utama yang dapat diberikan untuk memelihara kesuburan fisik,kimia dan biologi tanah diantaranya pupuk kandang, kompos, sisa-sisa tanaman dan pupuk hayati.
d. Pengendalian OPT
Dalam budidaya secara organik, masalah yang paling sering dikeluhkan parah petani atau pengusaha adalah masalah OPT, karena sulitnya pengendalian. Beberapa cara dapat ditempuh untuk pengendalian OPT, yaitu dengan menggunakan pestisida nabati, memakai agens hayati (temasuk mush alami atau predator), menggunakan Varietas tahan, melakukan rotasi tanaman, serta mengendalikan secara mekanik.
2. Versi pertanian organik
Melaksanakan kegiatan pertanian organik seutuhnya dalam prakteknya tidak sesederhana seperti apa yang dikatakan. Banyak sekali kendala yang muncul, baik teknis maupun non teknis. Dari kenyataan ini muncul beberapa versi pertanian organik yanag banyak di artikan sebagai pertanian ramah lingkungan. Pertanian organik di Indonesia terdapat beberapa versi, Yaitu :
a. LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture)
Dalam kegiatan LEISA, penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetis masih diperkenankan seminimal mungkinatau sangat dibatasi, sesuai dengan kebutuhan. Sementara itu, penggunaan bahan alami seperti pupuk dan pestisida nabati sangat dianjurkan dan digerakkan. Versi ini berpendapat, bahwa dengan keperluan seperti ini sudah dapat dikatakan kegiatan bertani yang ramah lingkungan (Eco-Labelling). Penggunaan bahan organik sangat ditekankan, karena tanah yang mempunyai kandungan bahan organik yang cukup dan sehat merupakan media hidup mikroba yang sangat baik. Dari berbagai reaksi biokimia yang berlangsung didalam tanah akan dihasilkan keseimbangan kimia dan biologi yang saling menyehatkan.
b. Pertanian non pestisida
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa yang paling menentukan produk pertanian itu sehat adalah tidak mengandung residu pestisida. Pupuk dianggap tidak berpengaruh nyata terhadap mutu produk, tetapi sangat berpengaruh terhadap produksi (kuantitas). Karena itu, kelompok ini masih menggunakan pupuk kimia sintetis seperti urea, TSP dan KCL, tetapi sudah tidak memakai pestisida kimia sintetis dan hanya menggunakan pestisida nabati, agens hayati,bahan alami, varietas tahan, rotasi tanaman dan cara mekanis.
c. Pertanian organik seutuhnya
Dalam sistem pertanian organik, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai bahan tanaman, pemenuhan hara tanaman (pemupukan), pengendalian OPT, lokasi lahan, tempat penyimpanan dan pengolahan produk.
Perlu diketahui bahwa budidaya organik tidak dapat menjamin produknya bebas dari residu karena adanya polusi lingkungan secara umum. Namun demikian, dengan budidaya organik,faktor resiko tercemarnya produk oleh bahan kimia berbahaya dianggap lebih kecil dibandingkan dengan budidaya konvensional (peranian intensif).
3. Permasalahan budidaya bawang merah organik
a. Keadaan lahan yang tidak menguntungkan bagi terciptanya sistem pertanian organik.
1. Suhu yang relatif tinggi
Kondisi ini menyebabkan bahan organik dalam tanah mengalami dekomposisi cukup cepat
2. Lokasi lahan yang jauh dari jalan
Kondisi ini menyulitkan pengiriman bahan organik yang jumlahnya relatif cukup besar.
b. Keadaan sosial ekonomi petani
1. Tingkat pendidikan sebagian besar petani yang relatif belum memadai
2. Relatif sempitnya luas pemilikan lahan oleh petani dan
3. Pendapatan yang rendah menyebabkan sulitnya inovasi teknologi baru.
c. Produk budidaya organik rendah
Umumnya produk budidaya organik pada tahap awal relatif lebih rendah dibandingkan dengan produk konvensional. Dilain pihak, kebutuhan secara kuantitas sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini sangat menggoda petani untuk tetap bertani secara konvensional, sehingga dengan banyaknya petani yang tergoda tidak kurang produk yang ada berlebihan pada akhirnya harga jatuh.
d. Terbatasnya sarana produksi
Sarana produksi, terutama pestisida nabati, sangat sulit diperoleh di lapangan. Sedangkan pupuk organik relatif sudah banyak tersedia di toko-toko, namun penggunaannya relatif kurang praktis. Karena budidaya bawang merah terus berjalan, dan petani tidak menghendaki hal-hal yang repot, maka petani banyak menggunakan sarana yang tersedia dan praktis yaitu pupuk dan pestisida kimia.
e. Terbatasnya pasar produk pertanian organik
Sampai saat permintaan pasar lebih banyak mengutamakan penampilan dan harga produk daripada nilai kesehatannya. Dengan kondisi seperti ini petani kurang tertantang untuk budidaya bawang merah organik.
f. Kurang intensifnya sosialisasi pertanian organik
Petani kita sebagian besar dalam berbudidaya dari tahun ketahun cenderung monoton, selama produksinya bagus mereka beranggapan tidak perlu diadakannya perubahan-perubahan kebiasaan. Dari kebiasaan petani seperti di atas, maka sosialisasi teknik budidaya baru sangat diperlukan, karena dengan sosialisasi ini diharapkan petani akan lebih tahu, mau dan mampu untuk menerapkan teknologi baru yang dimaksud.
4. Kemungkinan budidaya bawang merah organik di Kab. Brebes
Pelaksanaan budidaya bawang merah organik seutuhnya di Kab. Brebes untuk saat ini boleh dirasa sangat tidak mungkin, hal ini karena permasalahan-pemasalahan yang ada seperti tersebut di atas masih menggelayuti petani. Langkah awal yang cukup bijak untuk berbudidaya bawang merah di Kab. Brebes kemungkinan menerapkan bertani organik versi LEISA, dengan demikian perilaku petani bawang merah tidak berubah secara drastis dan produksi bawang merah relatif tidak berkurang darstis. Untuk bisa berjalannya program "LEISA" ini harus ada peran aktif dari semua Stake holder yang ada, antara lain :
a. Petani
Harus ada kemauan yang keras dari petani untuk berbudidaya bawang merah organik, walau pada awal-awal pelaksanaanya tidak mendapatkan keuntungan yang berarti bahkan bisa-bisa menelan kerugian
b. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
Adanya greget yang tak pernah pudar dari PPL untuk mengadakan sosialisasi bawang merah organik, baik secara formal maupun nonformal serta berupaya untuk menguatkan kelembagaan kelompok tani
c. Pengusaha Saprodi
Ada kerelaan hati dari pengusaha untuk mau membimbing petani dengan cara menyediakan sarana produksi organik, sehingga petani relatif lebih mudah untuk mendapatkan dan menggunakan Saprodi di maksud.
d. Pemerintah
Pemerintah dalam hal ini Dinas Kab. yang menangani masalah pertanian harus benar-benar berusaha membimbing petani, sehingga petani dalam berbudidaya bawang merah organik tidak mersa bimbang karena jika produknya nanti tidak bisa dijual bebas oleh petani, pemerintah bisa menyalurkan kepada pihak ketiga yang siap menerima dengan nilai jual yang relatif baik.
e. Masyarakat
Adanya pandangan dari masyarakat, bahwa mengkonsumsi bawang organik relatif lebih sehat dibandingkan dengan mengkonsumsi bawang merah konvensional. Masyarakat bisa berpandangan seperti di atas perlu waktu dan ketelatenan dari Stake holder terkait untuk pembimbingnya.
Penutup
Berbudidaya bawang organik karena merubah kebiasaan petani yang sudah bertahun-tahun untuk sementara sulit, namun dengan upaya yang maksimal dari semua Stake holder untuk berperan aktif pada masing-masing fungsinya maka bawang merah brebes sangat mungkin untuk menjadi bawang merah organik.

0 komentar:

Posting Komentar