Sebagai usaha untuk meningkatkan hasil pertanian,
penggunaan pupuk dan pestisida secara terus menerus masih dilakukan oleh para
petani bawang merah di Kabupaten Brebes. Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan
manfaatnya untuk meningkatkan produksi.
Dewasa ini pestisida
merupakan sarana yang sangat diperlukan. Terutama digunakan untuk melindungi
tanaman dan hasil tanaman, dari kerugian yang ditimbulkan
oleh berbagai jasad pengganggu. Pestisida diperlukan agar produk
pertanian yang akan dihasilkan terlindung atau terbebas dari serangan hama dan
penyakit tanaman.
Kebijakan pemerintah di masalalu juga mendorong petani menggunakan pestisida.
Sejak tahun permulaan
pelaksanaan program intensifikasi pangan, masalah hama diusahakan ditanggulangi
dengan berbagai jenis formulasi pestisida. Orientasi pemerintah pada
waktu itu tertumpu pada peningkatan hasil sebanyak-banyaknya, tanpa
memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada saat dicanangkannya program intensifikasi
pangan melalui program nasional BIMAS, pestisida telah dimasukkan sebagai paket
teknologi yang wajib digunakan petani peserta. Bagi petani yang tidak menggunakan pestisida,
oleh pemerintah dianggap tidak layak sebagai penerima bantuan BIMAS. Akibatnya,
mau tidak mau petani dirangsang menggunakan pestisida.
Pestisida adalah salah satu contoh Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) yang sering dipergunakan oleh petani. Rata-rata pengguna
menggunakan pestisida melebihi dosis yang dianjurkan dalam skala luas. Dalam
setiap kali aplikasi jumlah pestisida yang digunakan selalu lebih besar dari
dosis anjuran. Berdasarkan data Crop Life Indonesia Tahun 2009 belanja
pestisida petani bawang merah di Brebes mencapai Rp. 350 Milyar setiap
tahunnya. Kabupaten brebes tercatat paling boros se Asia Tenggara dalam lingkup
level kab/kota untuk belanja pestisida.Ironisnya pestisida yang dibeli petani tersebut kerap
aspal (asli tapi palsu). Banyaknya penggunaan dan permintaan pestisida tersebut
menyuburkan peluang tindakan pemalsuan pestisida. Akibat pemalsuan tak hanya
petani yang dirugikan tetapi juga masyarakat sebagai konsumen, reputasi daerah
serta perusahaan pestisida tersebut. Bahkan sering ditemukan kasus, ketika berbagai
merek telah dicoba dan tidak mampu membasmi hama, petani melakukan eksperimen
yang juga tidak rasional. Ada yang mencampur pestisida satu dengan pestisida yang
lain tanpa mengetahui efektivitas dan dampak yang ditimbulkan. Bahkan ada yang
mencampur pestisida dengan minyak tanah, solar, bahkan ada yang mencampur
dengan produk-produk pembasmi nyamuk seperti Autan, Baygon, dan sejenisnya.
Dampak dan konsekuensi
penggunaan pestisida kimia secara intensif dan berlebihan antara lain adalah:Dapat meracuni manusia dan hewan domestik.
- Meracuni organisme yang berguna, misalnya musuh alami hama, lebah dan serangga yang membantu penyerbukan, dan satwa liar yang mendukung fungsi kelestarian alam.
- Mencemari lingkungan dengan segala akibatnya, termasuk residu pestisida.
- Menimbulkan strain hama baru yang resisten terhadap pestisida.
- Menimbulkan terjadinya resurgensi hama atau peristiwa meningkatnya populasi hama setelah diperlakukan dengan pestisida tertentu.
- Menyebabkan terjadinya ledakan hama sekunder dan hama potensial
- Memerlukan biaya yang mahal karena sifat ketergantungan keberhasilan budi daya tanaman pada pestisida.
Hasil pengambilan dan pemeriksaan terhadap
sampel darah petani cabai dan bawang merah oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Brebes Hasilnya, diketahui banyak petani yang darahnya terkontaminasi pestisida
dan bisa membahayakan kesehatannya.Beberapa jenis pestisida dikenal sebagai thyroid
disrupting chemicals (TDCs), yaitu bahan
kimia di lingkungan yang dapat mengganggu struktur dan fungsi kelenjar tiroid,
mengganggu sintesis, sekresi, transpor, pengikatan dan eliminasi hormon tiroid,
yang berdampak terjadinya hipotiroidisme. Hipotiroidisme merupakan suatu
kondisi di mana kadar hormon tiroid dalam tubuh tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
Penelitian di kabupaten Brebes mendapatkan angka
kejadian hipotiroidisme pada wanita usia subur (WUS) mencapai 22,2%. Sementara
angka kejadian gondok (pembesaran kelenjar tiroid) pada siswa salah satu SD di
daerah pertanian kabupaten Brebes mendekati angka 100%, yaitu 97,5%. Gondok
merupakan salah satu tanda dari hipotiroidisme.
Penelitian yang sama membuktikan bahwa WUS yang
mempunyai riwayat pajanan pestisida mempunyai risiko 3,3 kali untuk menderita
hipotiroidisme. Sementara penelitian
lain, di lokasi yang sama, membuktikan bahwa siswa SD yang menderita gondok
mempunyai prestasi belajar lebih rendah dibanding siswa yang tidak menderita
gondok, dan risikonya lebih besar untuk mengalami stunting (tinggi/panjang
badan tidak sesuai umur).
Oleh karena itu, adalah hal yang bijak jika kita melakukan
usaha pencegahan sebelum pencemaran dan keracunan pestisida mengenai diri kita
atau makhluk yang berguna lainnya. Usaha
atau tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah :
- Ketahui dan pahami dengan yakin tentang kegunaan suatu pestisida. Jangan sampai salah berantas. Misalnya, herbisida jangan digunakan untuk membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati, sedangkan tanah dan tanaman telah terlanjur tercemar.
- kuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.
- Jangan terlalu tergesa-gesa menggunakan pestisida. Tanyakan terlebih dahulu pada penyuluh.
- Jangan telat memberantas hama, bila penyuluh telah menganjurkan menggunakannya.
- Jangan salah pakai pestisida. Lihat faktor lainnya seperti jenis hama dan kadang-kadang usia tanaman juga diperhatikan.
- Gunakan tempat khusus untuk pelarutan pestisida dan jangan sampai tercecer.
- Pahami dengan baik cara pemakaian pestisida.
Untuk
mengatasi dampak negatif penggunaan pestisida kimia, dapat digunakan pestisida
alami atau bahan-bahan nabati (back to nature). Indonesia cukup kaya akan
potensi tanaman penghasil racun untuk memberantas organisme pengganggu
tanaman. Pemanfaatan potensi pestisida alami tersebut dapat diwujudkan melalui
teknologi tradisional maupun teknologi modern. Tumbuhan anti hama atau
penghasil racun untuk memberantas organisme pengganggu tanaman harus memenuhi
kriteria sebagai berikut: merupakan tanaman tahunan; memerlukan sedikit arang,
tenaga kerja, pupuk, dan air bukan merupakan tanaman inang atau sumber hama
lain; memiliki kegunaan lain selain sebagai pestisida alami; dan bahan anti
hama dapat diambil tanpa mematikan tanaman yang bersangkutan.
Menurut Balitro,
sampai saat ini, dari sekitar 5.400 jenis tumbuhan yang telah diketahui
mengandung bahan pestisida, ternyata baru sekitar 10.000 jenis senyawa
metabolit yang telah dapat diidentifftasi. Di Indonesia,diperkirakan terdapat
lebih dari 100 jenis tumbuhan yang mengandung bahan pestisida, antara lain
tanaman srikaya (Annona grabra dan A. squamosa), tanaman bengkuang (Pachyrhizus
qerosus URB), bunga pyrethrum (chrysanthemum cinerariefolium), dan tanaman atau
akar mimba (Derris elliptica Benth).
Beberapa
keuntungan penggunaan pestisida alami yaitu : Pestisida alami Sangat
mangkus (efektif); Pestisida alami Praktis dan luwes, dalam
pengertian mudah dikerjakan kapan saja dan oleh siapa saja, baik pada
keadaan rutin ataupun darurat; Pestisida alami Cocok atau
kompatibel dengan teknik pengendalian yang lain.
Penggunaan
pupuk bio organic juga merupakan salah satu upaya untuk mengatasi penggunaan
pestisida yang belebihan. Pupuk Bio Organik didapat dengan menambahkan sejumlah
mikroba pada pupuk organik yang memiliki potensi pengkayaan nutrisi di tanah,
pendegradasi residu pestisida serta pengakumulasi kandungan logam berat di
dalam tanah. Mikroba yang ditambahkan tersebut berfungsi antara
lain menambah hydrogen, sekaligus menghasilkan hormon pertumbuhan, melarutkan
fosfat, medegradasi residu sisa, melarutkan kalium, mengakumulasi logam berat
dalam tanah, serta pengendali jamur yang ada dalam tanah.
Beberapa jenis mikroba yang ditambahkan adalah
Agrobacterium sp sebagai mikroba penambat nitrogen dan penghasil hormon
pertumbuhan, Pseudomonas putida sebagai mikroba pelarut phosphate dan
pendegradai residu pestisida organophosphat dan organochlorin, Eupenicillium
javanicum dan Bacillus sp sebagai mikroba pelarut Kalium, pengakumulasi sisa
logam berat serta berfungsi sebagai bioprotektan.
0 komentar:
Posting Komentar