Kamis, 06 Mei 2010

PERBANDINGAN PENGELOLAAN HAMA TERPADU DI PILIPHINA, AFRIKA DAN INDONESIA

PERBANDINGAN PENGELOLAAN HAMA TERPADU
DI PILIPHINA, AFRIKA DAN INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) bukan sesuatu yang baru karena jauh sebelum tahun 1959 baik di Amerika maupun di Indonesia praktek pengendalian hama sudah dicoba untuk menggunakan dasar pertimbangan ekologi dan ekonomi. Konsep PHT muncul akibat kesadaran umat manusia akan bahaya pestisida sebagai bahan yang beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem dan kehidupan manusia secara global, sedangkan kenyataan yang terjadi bahwa penggunaan pestisidaoleh petani di dunia dari tahun ke tahun meningkat.

Konsep PHT yang semula hanya mengikutsertakan dua metode kemudian dikembangkan dengan memadukan semua metode pengendalian hama yang kenal, termasuk didalamnya pengendalian secara fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya. Dengan cara ini ketergantungan petani terhadap pestisida yang biasa menjadi cara pengendalian hama dapat dikurangan.
Dilihat dari segi operasional pengendalian hama dengan PHT dapat kita artikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa sehingga populasi hama dapat tetap berada dibawah ambang ekonomi. Dengan populasi hama yang rendah usaha budidaya tanaman lain untuk meningkatkan produktivitas tanaman tidak akan terhambat oleh gangguan hama tanaman.
Demikian dapat kita ketahui bahwa PHT tidak hanya mencakup pengertian tentang perpaduan beberapa teknik pengendalian hama, tetapi dalam penerapannya, PHT harus memperhitungkan dampaknya, baik yang bersifat ekologis, ekonomis dan sosiologis sehingga secara keseluruhan kita memperoleh hasil yang terbaik. Oleh karena itu PHT dalam perencanaan, penerapan dan evaluasinya harus mengikuti suatu sistem pengelolaan yang terkondisi dengan baik.

B. TUJUAN
1. Dapat mengetahui perbedaan cara-cara pengendalian hama terpadu di Indonesia, Philipina dan Afrika.
2. Dapat mengambil manfaat dari cara-cara tersebut yang paling memungkinkan untuk diterapkan di lahan wilayah ataupun di negara kita dalam rangka perbaikan.

C. PELAKSANAAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (HPT)
1. Di Indonesia padi merupakan tanaman pokok yang sudah dibudidayakan ratusan tahun lalu dan dari padilah kebanyakan bangsa Indonesia mendapatkan karbohidrat.Dalam rangka untuk mendapatkan tambahan bahan yang dikonsumsi, maka diperlukan pengetahuan tentang percepatan pertumbuhan atau perkembangan dari pada populasi penghasil makanan. Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan Program BIMAS (Bimbingan Masyarakat) dan INMAS (Intensifikasi Masyarakat). Sejak program ini diluncurkan produksi padi bertambah sangat berarti, dari 13,7 juta ton pada tahun 1966 menjadi 26,3 juta ton pada tahun 1979. Penambahan ini didapat tidak dalam setahun pada suatu negara, sebab penambahan tersebut menganut deret hitung. Hasil padi di Indonesia dilaporkan pada tahun 1979 mencapai rata-rata 2,46 ton per hektar. Pada plot percobaan menghasilkan 3 sampai 4 ton. Salah satu penyebab pokok berkurangnya hasil adalah serangan hama dan penyakit. Sedangkan tantangan lainnya adalah faktor lingkungan, seperti adanya kekeringan dan banjir. Hal ini telah ditunjukan dalam suatu percobaan, bahwa rata-rata kehilangan hasil dari hama serangga berkisar dari 19,4 sampai 24,1 prosen yang terjadi pada tahun 1975.
Revolusi Hijau :
Dengan diberlakukannya Program “Revolusi Hijau”, maka dalam pelaksanaannya membutuhkan beberapa masukan untuk mendukung program tersebut. Adapun masukan-masukan dimaksud antara lain :
a. Varietas Produksi Tinggi
Tanaman-tanaman tersebut dikembangkan melalui program pemuliaan tanaman padi di Indonesia dari persilangan antara varietas lokal dengan varietas pendatang. Pada tahun 1968 Indonesia mendatangkan varietas produksi tinggi IR 8, IR 5, C 4 – 63, IR 20 dan IR 22 dari Piliphina. Pada tahun 1971 varietas berkualitas dengan rasa lebih enak antara lain Pelita I/1 dan Pelita I/2 didatangkan di Indonesia dan didistribusikan secara luas. Varietas tersebut mempunyai masa pertumbuhan sekitar 140 hari dan merupakan jenis tanaman yang relatif ideal untuk kondisi di Indonesia. Pada tahun 1969, varietas produksi tinggi ditanam sekitar 23 persen dari luas lahan program intensifikasi.
b. Pupuk Nitrogen
Sejak pemerintah meluncurkan program Intensifikasi, penggunaan pupuk nitrogen telah bertambah sangat berarti. Saat ini penggunaan pupuk nitrogen berkisar antara 30 sampai 88 kg N per hektar. Sedangkan pada pengembangan produksi yang lebih intensif, seperti Jawa, Bali dan Sumatra bagian Utara, rata-rata lebih tinggi dari pada bagian lain wilayah Indonesia (sekitar 92 kg N per hektar).
c. Insektisida
Penggunaan insektisida dipertimbangkan sehingga sesuatu yang efektif untuk melindungi tanaman dari serangan serangga. Cara ini merupakan pengendalian yang relatif cepat terhadap hama pertanian utama yang banyak. Hal ini telah diperlihatkan, bahwa keuntungan melindungi tanaman dengan menggunakan insektisida dapat meningkatkan hasil sampai 20,7 persen.
Beberapa faktor yang menjadi kendala dalam pengendalian BPH dengan menggunakan insektisida, antara lain :
1). BPH berada pada pangkal saluran, hidup pada pangkal batang tanaman padi, Lokasi tersebut membuat sulit untuk menjangkau BPH dengan insektisida. Sehingga insektisida hanya memperbaiki sebagian pengendalian dan hanya sedikit insektisida yang dapat dengan efktif mengendalikan hama.
2). Ketika petani menggunakan insektisida, mereka biasanya menyemprot kanopi padi bagian atas, sehingga insektisida tidak relatif mengendalikan BPH.
3). Petani biasanya menggunakan penyemprot ransel yang membutuhkan air dengan volume tinggi. Hal ini membutuhkan tenaga, sehingga petani dalam prakteknya sering kehilangan air dan dosis dibawah anjuran.
4). Pekerjaan penyemprotan dilaksanakan oleh petani dengan dasar tata waktu tanpa mempertimbangkan prosentase serangga di lapangan.
5). Ketika ada serangga dalam lahan padi, sebagian besar petani akan menggunakan beberpa insektisida yang dapat diperoleh dipasaran.
6). Insektisida dan peralatan perlindungan tanaman sudah selalu tersedia dan dapat digunakan setiap saat oleh petani.
Kerugian lahan dengan menggunakan insektisida adalah efek kurang baik pada organisme bukan sasaran, berkembangnya ketahanan populasi hama terhadap insektisida.
Penerapan Pengendalian Hama Terpadu.
Revolusi Hijau di Indonesia adalah bagian integral dari program intensifikasi. Komponen utama adalah varietas produksi tinggi, penerapan pupuk dan perlindungan tanaman dosis tinggi. Masukan-masukan tersebut mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Sukses pengendalian hama terpadu tergantung pada pengembangan sistem yang efektif pada teknik pengendalian hama existing dan utilizing new.

2. DI PILIPHINA
Kehilangan tanaman dari hama dapat mencapai kurang lebih 10 – 30 persen, hal ini tergantung pada tanaman dan lingkungan. Kehilangan ini dapat berdampak serius pada makanan dan penghasilan.
Pengelolaan hama yang efektif adalah penting, bagaimanapun didalam pembangunan suatu negara terdapat banyak perbedaan, pendekatan berkelanjutan sering tidak dilaksanakan.
Intensifikasi pertanian dengan revolusi hijau sementara dapat menambah tanaman dengan intensif, namun demikian juga dapat menjadikan kondisi yang ideal untuk hama serangga. Dengan adanya irigasi penanaman padi bisa dilakukan pada waktu
yang tidak sama, hal ini dapat menjadikan penambahan populasi hama di luar hama aslinya.
Pestisida buatan sekarang digunakan menyeluruh dalam pembangunan negara. Obat-obatan digunakan dengan intensif pada pertanian skala luas dan juga petani kecil. Untuk tanaman biji-bijian, kapas, sayuran dan buah-buahan, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun eksport.
Didalam revolusi hijau lahan biji-bijian telah menghasilkan penambahan yang dramatis, bahwa berbaikan teknik dan kredit telah mampu untuk pengelolaan hama dan disini petisida digunakan sebagaian. Petani sayuran Filiphina melakukan penyemprotan pada tanaman yang hampir dipanen.
Resiko kesehatan umum penggunaan pestisida diperkirakan 10.000 orang meninggal setiap tahun. Penambahan kematian sekitar 27 persen terbanyak di Central Luzon, Piliphina.
Pengembangan ketahanan serangga terhadap pestisida kimia juga menjadi masalah besar. Ada kemungkinan sebanyak 1.400 hama serangga tahan terhadap insektisida buatan. Plutella Xylostella adalah salah satu yang paling tahan di Asia tenggara. Tahan terhadap semua kelas insektisida buatan, ditunjukan ketahanan silang terhadap beberapa hama dan mungkin tahan terhadap zat pengatur tumbuh serangga dan batang.
Beberapa tindakan dibutuhkan, baik ditingkat internasional maupun nasional, agroekosistem dan petani dalam pekerjaannya untuk mengurangi penggunaan pestisida buatan dan peningkatan kesehatan petani, pelanggan dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini adalah ;
1. Kebijakan oleh Pemerintah yang mendukung pengembangan cara alternatif pada pengendalian kimia.
2. Sosialisasi oleh LSM pada tingkat Nasional dan Internasional untuk mengefektifkan musyawarah.
3. Perubahan ditingkat agroekosistem untuk pengelolaan hasil, tanaman dan air.
4. Menyediakan alat-alat pengelolaan hama.
5. Memperbaiki pembuat keputusan pengelola hama di tingkat petani.
Pengendalian Agroekosistem :
Ada beberapa perubahan yang harus dilakukan pada sistem pertanian terutama pada lahan yang luas untuk mengurangi penekanan hama. Hal ini kemungkinan termasuk dalam pengelolaan jerami atau sampah untuk mencegah terbawanya hama atau suatu perubahan waktu tanam yang tidak sama pada padi dan sayuran untuk memutus siklus hidup pada hama-hama pokok tertentu. Bagaimanapun perubahan ini membutuhkan tindakan yang terkoordinasi dari produsen-produsen kecil yang mandiri . Dalam beberapa kasus perubahan-perubahan ini terjadi sebagai hasil Intervensi Pemerintah yang kuat, sebagai contoh penanaman padi pada waktu yang sama.
Praktek lain yang memiliki kemungkinan untukmengurangi masalah hama adalah keterpaduan pada bertani padi dan ikan. Kegiatan ini dapat mengurangi prosentase hama ikan dan penyakit pada padi. Faktor lain yang menarik adalah bertambah semangatnya petani untuk memodifikasi kegiatan pengendalian hama dengan pendekatan yang bijaksana, sistem ini dapat sukses, tergantung pada pengurangan pestisida dalam air irigasi, dengan demikian membutuhkan banyak petani untuk mengurangi penggunaan pestisida. Kombinasi penggunaan bahan kimia secara bijaksana dengan variasi alternatif diatas dengan strategi pengendalian varietas lainnya.
Pestisida kimia sering digunakan berdasarkan penanggalan atau segera setelah hama terlihat. Pendekatan HPT yang dibutuhkan lebih banyak pada penggunaan pestisida buatan secara bijaksana, adalah merupakan dasar dalam membuat keputusan. Cara paling umum kapan dilakukan penyemprotan adalah tingkatan batas ekonomi (ETL) kerapatan hama sebelum ditentukan oleh peneliti.

3. DI AFRIKA
Ciri khas bercocok tanam tradisional diantaranya adalah lebih suka dengan strategi untuk melindungi tanaman lebih menguntungkan penggunaan varietas tahan yang digabungkan dengan perbaikan praktek bercocok tanam.
Pengendalian biologi ditetapkan oleh Intansi Pemerintah atau lembaga riset, adalah suatu pilihan yang baik didalam pertanian tradisional sebagai kebutuhan.
Pemerintah kadang-kadang mencoba membuat pestisida yang lebih diterima oleh petani tradisional melalui subsidi. Pada prakteknya kebanyakan proyek membantu petani tradisional adalah bukan proyek PHT murni, tetapi proyek pembangunan pertanian secara umum yang didalamnya termasuk PHT. Juga ada beberapa lembaga penting yang dibutuhkan sebagi penjamin ketepatan penggunaan masukan yang dibutuhkan untuk merekomendasi PHT dan kelompok tani itu sendiri untuk mendorong pelaksanaan tindakan pengendalian seperti bercocok tanam pada musimnya. Koordinasi penanaman dan waktu penanaman serta tidakan sanitasi. Di Afrika pertaniannya sebagian besar menggunakan masukan dari luar, namun demikian dosisnya termasuk relatif rendah dibandingkan dengan wilayah lain. Khusus untuk tanaman komersil berkembang luas dengan intensif perluasan monokultur menggunakan pupuk dan pestisida dengan dosis tinggi. Kebanyakan proyek PHT dihubungkan denganjenis ini, karena jenis ini hasil yang layak mudah dicapai dalam waktu dekat.
Penerapan PHT sering mengalami kegagalan pada tahap pengenalan. Ada beberapa pertimbangan penting, antara lain :
1. Perlakuan tanaman dengan pestisida berat yang diterpkan di Afrika adalah sangat penting untuk perekonomian negara, karena dengan demikian perlu level tertentu produksi harus dapat dijamin.
2. Informasi pengelolaan hama dan penerapan kepada petani, hal ini seperti promosi pestisida dengan sangat kuat.
3. Kawasan yang kuat dan ketergantungan linkungan pada pestisida kimia sepertinya sudah menjadi kenyataan.
4. Sedikitnya sumber informasi yang layak tentang agroekosistem Afrika.
Membantu petani pindah dari tingkat pertanian tradisional ke pertanian berhasil tinggi merupakan tujuan utama dari program pembangunan pertanian. Malangnya intensifikasi umumnya telah menghasilkan penambahan masalah hama sebab telah memasukan praktek-praktek seperti monokultur, menghilangkan rotasi tanaman, irgasi menggunakan varietas produksi tinggi dan penggunaan proyek yang dapat membatu kondisi ideal untuk perkembangan hama.
Tantangan dalam sistem transisi dan sekaligus dalam pembangunan dalam pembangunan pertanian pada umumnya, adalah untuk memberdayakan petani secara intensif dan menambah produksi tanpa memasukan rantai yang merugikan. Dalam prakteknya, ini berarti :
1. Antisifasi dampak pelaksanaan budidaya baru dalam hubungannya dengan kemungkinan masalah hama.
2. Mencoba untuk melindungi atau mengurangi masalah-masalah ini dengan mempertimbangkan cara-cara budidaya yang selektif (melalui intercroping rotasi tanaman, praktek pengelolaan).
3. Konsentrasi pola penelitian untuk pengembangan cara-cara pengendalian alternatif yang layak, pengendalian biologi.
4. Memperkenalkan suatu pendekatan yang dapat digabungkan dengan PHT untuk penggunaan pestisida mulai dari sekarang.
Pengendalian Biologi Tradisional.
Didalamnya pengendalian biologi tradisional musuh alami berasal dari lokasi yang berbeda dilepaskan dalam suatu wilayah, untuk meneruskan kestabilan, pengekalan sendiri ditempat populasi yang dapat memberikan pengendalian jangka panjang terhadap species hama yang menjadi sasaran. Pendekatan ini merupakan hama yang ideal, sebab penyelesaian masalah dengan cara yang sederhana. Ada beberapa cerita sukses tentang keberhasilan Afrika dalam pengendalian hama sehingga dengan musuh alami.
Bagaimanapun, dasar pertimbangan teori dan percobaan adalah beberapa kondisi yang menambah kemungkinan bahwa pengendalian biologi tradisi asal dapat dilaksanaan dengan sukses, antara lain :
1. Relatif sederhana, lingkungan stabil suatu sistem yang dapat diprediksi untuk tanaman semusim (sayuran) predator umumnya cenderung lebih sukses dari pada parosif khusus.
2. Ada banyak cara untuk mengontrol hama sasaran.
3. Spesies hama yang didatangkan.
4. Diantara serangga hama, species sasaran relatif terikat pada suatu tempat.
5. Diantara beberapa biji, gulma tahunan, belukar dan pepohonan adalh sasaran terbesar.

D. PERBEDAAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
1. Di Indonesia dalam peningkatan produksi padi, Pemerintah mempunyai program BIMAS dan INMAS. Namun persamaan dengan program ini, kehilangan hasil akibat serangan hama serangga relatif cukup besar, yaitu 19,4 - 24,1 persen. Selain program tersebut, di Indonesia juga dilaksanakannya membutuhkan unsur-unsur yang antara lain :
a. Varietas produksi tinggi.
b. Pupuk Nitrogen.
c. Insetisida.
Dengan menggunakan unsur-unsur tersebut produksi padi dapat ditingkatkan kurang lebih antara 17 – 20,7 persen. Namun demikian penggunaan insektisida mempunyai dampak kurang baik pada organisme bukan sasaran dan dapat berkembangnya ketahanan populasi hama terhadap insektisida.
Dalam peningkatan produksi di Filiphina, disamping melaksanakan program revolusi hijau juga mengintensifkan sistem pengairan.
Di Afrika pertaniannya sebagian besar menggunakan masukan dari luar, namun demikian dosisnya relatif rendah dibanding wilayah lain.
2. Pelaksanaan Program IPM di Indonesia dilaksanakan secara utuh dalam arti pemerintah memiliki program tersebut dan memberikan subsidi kepada petani dalam pengadaan sarana produksi. Di Filiphina penekanan lebih dititikberatkan pada SDMnya, disamping adanya penyediaan sebagian sarana produksi.
Sedangkan di Afrika dalam membantu petani tradisional tidak dengan proyek PHT murni tetapi proyek pembangunan pertanian secara umum yang didalamnya termasuk PHT.
3. Di Indonesia dan Filiphina belum ada suatu lembaga penjamin ketepatan penggunaan masukan yang dibutuhkan untuk merekomendasi PHT, sedangkan di Afrika sudah ada lembaga-lembaga dimaksud.
4. Afrika relatif lebih berhasil dalam pelaksanaan program pengendalian hama dengan hama dengan cara biologi dibandingkan dengan Indonesia dan Filiphina,

E. KESIMPULAN.
1. Masing-masing negara memiliki program dalam rangka meningkatkan produksi tanaman, hal ini karena kebutuhan pangan untuk mencukupi warganegaranya yang terus bertambah, sehingga penambahan produksi cenderung selalu kalah cepat dengan penambahan penduduk.
2. Dalam pelaksanaan program PHT, masing-masing negara memiliki cara tersendiri namun prinsipnya sama, yaitu mengoptimalkan semua unsur produksi, sehingga tanaman dapat berproduksi meningkat, tapi kelestarian fungsi sumber daya alam tetap terjaga.

0 komentar:

Posting Komentar